Selasa, 06 Agustus 2013

KESESUAIAN ANTARA UCAPAN DAN PERBUATAN

KESESUAIAN ANTARA UCAPAN DAN PERBUATAN
(Oleh: Drs. Budi Setiyono)

Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?  Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” ( Q.S. As-Shaf: 2-3)

Ayat tersebut di atas turun setelah perang Badar, Nabi Muhammad saw menceritakan pahala para pejuang atau syuhada perang Badar kepada para sahabat. Sahabat Nabi  ini  dengan semangatnya ingin maju dalam peperangan, dan berkeinginan untuk mencurahkan segala potensi serta kekuatannya.   Kemudian mereka diuji dalam perang Uhud dan sebagian besar sahabat tersebut lari dari medan perang, maka Allah mencela dengan ayat tersebut. Dalam riwayat lain diantara mereka ada yang menanyakan sangat ingin mengetahui suatu amalan yang sangat dicintai Allah, niscaya akan melakukannya. Lalu turunlah ayat Q.S. Ash-Shaff: 4: “ Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh
NILAI KEJUJURAN HATI DAN LISAN
Kejujuran hati dan lisan yang diikuti oleh perbuatan adalah amalan yang sangat tinggi nilainya dalam Islam. Karena dasar keimanan yang paling dalam sebagai landasan hidup setiap umat adalah kejujuran itu sendiri. Jadi seorang manusia yang menyatakan beriman mengatakan sesuatu untuk dirinya sendiri dan sebagai penyampai kebaikan untuk menjauhi larangan Allah dan melakukan perintah-perintah-Nya tetapi dengan sengaja tidak melakukannya dan tidak ada kemauan untuk melakukannya, maka ia telah berdusta kepada Allah swt dan manusia termasuk dirinya sendiri.  Sebaliknya dihadapan Allah swt orang yang jujur akan memperoleh predikat yang sangat tinggi nilainya. Oleh karena itu ucapan yang merefleksikan kejujuran hati akan tercermin dan dapat dilihat dari perbuatan dan berdampak positif serta bermanfaat bagi diri sendiri serta orang lain.
Ayat tersebut di atas sebenarnya sangat tepat untuk mengingatkan diri kita dan khususnya dalam berdakwah hendaknya benar-benar menjaga lisan dan memikirkannya sebelum keluar dari hati yang berwujud ucapan ini, Bertanya tanya pada diri sendiri, apakah diri ini mampu melakukannya sebagaimana apa yang akan terucap dari mulut ini, atau apakah diri ini sudah melakukan kejahatan, kemaksyiatan, kedholiman, dan lainnya  sehingga terus dan ingin melakukannya  karena merasa nikmat  tentang semua itu, “Maha Suci Allah” yang lebih mengetahui isi hati dan perbuatan setiap hamba-Nya. Sebelum berucap   tanpa disadari banyak saudara saudara kita yang memperhatikan kekurangan, kelemahan, dan kejelekan dari saudara kita yang lain melalui  cara mengkritik, menegur, dan menyampaikan didepan umum yang sangat kerasnya dengan seolah olah  bergaya tabliq,  seolah olah dirinya paling bersih tanpa cacat, dan seolah olah merasa tak berdosa, dengan melalui bahasa tulisannya serta ucapannya adalah paling benar serta baik menurut pendapat dan penilaian dari sudut pandang dirinya sendiri.  Karena kesombongannya kebanyakan orang seperti ini akan terperosok kedalam neraka karena lisannya, dusta dalam berucap, tidak menepati janjinya, pandai bersembunyi dibalik lidahnya ini adalah ciri-ciri  orang munafiq, sebagaimana telah dinyatakan dalam HR Bukhari-Muslim: “ Tanda orang Munafiq itu ada tiga; Jika berbicara berdusta, Jika berjanji mengmungkiri, dan jika diamanati khianat”.
REFLEKSI KARAKTER KEJUJURAN UMAT
Refleksi sekitar  Kehidupan Masyarakat kita pun bila kita cermati mulai dari para komentator, pendidik, politikus, birokrat pemerintahan, juga  professional tanpa disadari banyak melakukan kedustaan untuk mencapai tujuan kepentingan pribadi sehingga perbuatan yang bertentangan dengan hati nuraninya dengan terpaksa atau disengaja adalah hal-hal yang dianggap remeh-temeh itu sudah menjadi pembiasaan prilaku dan membudaya disekitar kita. Orang-orang yang jujur dalam kurun waktu saat ini akan menjadi musuh terbesar bagi para pendusta. Sudah banyak penderitaan kaum muslimin yang jujur dan taat yang disebabkan oleh orang-orang munafiq yang banyak bicara tanpa menghadirkan hati nurani, banyak berjanji tapi tidak ada realitanya, pandai mengingatkan orang tapi dia tidak melakukannya, bahkan kemaksiatan yang diperbuatnya dianggap merupakan suatu kenikmatan hidup didunia ini, misal nya perbuatan perzinaan , korupsi, pembunuhan, pengeksploitasian lingkungan pekerjaan mumpung menempati posisi yang mapan dan kekayaan alam apabila kita fokuskan semua bentuk perbuatan dholim itu adalah  perusakan sosial lingkungan dimana dia tinggal dan bekerja , perusakan alam sekitar ini  yang bersumber pada kedustaan mereka, dan Allah swt telah mengingatkan dengan keras didalam Q.S. al-Baqarah: 204-407 yang artinya sebagai berikut: “ Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling keras.  Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk Mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.  Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya.  Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”
Cukuplah ayat tersebut diatas sebagai tanda pengingat serta menjadikan pelajaran bagi diri kita, para pemimpin,  guru,  mubaliq, politikus, birokrat pemerintahan, untuk tidak berkata serta berjanji kepada umat kecuali karena memang benar mampu merealiasikannya dalam bentuk perbuatan, agar menjadi teladan bagi umat manusia. Kesesuaian serta keserasian antara ucapan dan perbuatan membuat hidup nyaman dan bermanfaat bagi khalayak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setelah berkunjung, jangan lupa post kan komentar dengan kata-kata yang sopan yaaa?
Terimakasih~